Tuesday, September 16, 2008

Siapkan diri menghadapi fakta

Siapkan diri menghadapi fakta


Bagi Anda yang punya uang dan ingin menginvestasikannya dalam bentuk usaha, tidak ada salahnya membeli usaha franchise. Anda tidak dituntut punya banyak pengalaman atau mengerti seluk beluk bisnisnya. Sebab, franchisor akan membimbing Anda. Tidak perlu takut meskipun tetap harus hati-hati. Saat ini, usaha franchise menjadi alternatif paling gress untuk memulai usaha. Tidak sedikit mereka yang menuai sukses dengan berinvestasi di usaha franchise.

Namun, satu hal yang perlu dicamkan para calon investor (franchisee) tidak ada usaha yang menjanjikan 100% keberhasilan. Maka itu, International Franchise Association (AFI) memberikan sejumlah fakta sebagai peringatan kepada calon franchisee untuk menjadi pertimbangan.

Pertama, resiko kehilangan uang. Para franchisee umumnya harus membayarkan franchise fee sebagai persyaratan utama membeli franchise. Franchise fee bersifat non-refundable. Artinya tidak dapat ditarik atau diambil kembali setelah dibayarkan kepada franchisor. Maka, franchisee harus siap menghadapi resiko kehilangan sejumlah uang yang sudah dibayarkannya itu jika ternyata hak waralaba yang dibelinya gagal di tengah jalan, bahkan sebelum sempat beroperasi.


Kedua, siap mengalami kerugian. Tidak penting berapa besar dana yang Anda miliki untuk diinvestasikan, tetapi seberapa besar kerugian yang bisa Anda tanggung jika bisnis waralaba Anda mengalami kerugian. Bisa jadi, Anda dituntut untuk mengucurkan dana tambahan untuk menghasilkan profit dimasa yang akan datang. Tersediakah dana tambahan tersebut kapan saja dibutuhkan, entah dari kocek sendiri atau pinjaman yang sifatnya stand by? Adakah sumber penghasilan lain yang Anda miliki sementara usaha waralaba yang Anda jalankan menyedot dana Anda untuk menghasilkan cash flow positif?

Ketiga, siap diatur secara ketat oleh franchisor. Tidak sedikit franchisor yang menentukan secara sepihak, misalnya lokasi usaha, teritori yang diperbolehkan, bentuk desain outlet, produk-produk atau jasa yang boleh dijual, resep dan bahan baku serta cara Anda mengelola usaha.

Keempat, tidak diperkenankan memperpanjang perjanjian waralaba. Anda perlu menghitung resiko, apakah kenetuan tersebut masih menguntungkan buat anda atau tidak. Biasanya, franchise agreement berakhir dalam 5, 10, 15 atau 20 tahun. Bisa jadi, Anda tidak memiliki opsi untuk perpanjangan persetujuan waralaba setelah masa kontrak berakhir.

Kelima, konsumsi menurun. Semua produk memiliki lifecircle. Tidak selamanya produk yang ditawarkan diminati oleh konsumen. Ada kalanya mengalami penurunan bahkan ditinggalkan konsumen. Anda juga harus siap-siap menghadapi produk yang Anda tawarkan ternyata sudah banyak dijumpai di pasar atau ketinggalan jaman. Atau pasarnya sudah terlalu jenuh oleh kompetisi sehingga konsumsinya menurun.

Terakhir, praktek tidak fair. Anda harus hati-hati terhada praktek “hard sale,” atawa hanya mencari untung sepihak dari franchisor. Telisik kemampuan dan nama baik franchisor dalam memberikan dukungan jangka panjang yang kontinyu. Franchisor yang baik akan membantu dan memberikan dukungan pada Anda.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia

www.majalahfranhcise.com

Lima Pedoman yang Membuat Anda Gagal

Lima Pedoman yang Membuat Anda Gagal



Anda barangkali sudah sering mendengar tentang program terbaru yang disusun untuk menjamin kesuksesan. Banyak program yang membantu Anda untuk menggapai apa yang Anda inginkan. Kebanyakan mengklaim sebagai seri panduan sederhana yang mudah diikuti dan beberapa yang menawarkan jaminan.

Di franchising juga tidak berbeda. Ada berbagai macam referensi yang memuat garis besar panduan untuk mencapai sukses di bisnis franchise. Beberapa menekankan pentingnya seleksi real estate dan negosiasi sewa. Lainnya mendiskusikan jasa training dan ongoing support. Dan beberapa juga mendiskusikan bagaimana me-manage lini atas dan lini bawah di bisnis Anda. Semuanya merupakan elemen yang sangat penting untuk menangguk profit di bisnis franchise. Tetapi kebanyakan perusahaan franchise tidak menggaransi keberhasilan.

Bagaimanapun, ada satu pendekatan bahwa semua perusahaan franchise setuju membuat garansi. Pendekatan ini tidak memiliki nama dan tidak banyak tulisan tentang konsep ini, tetapi strateginya setua usaha franchise itu sendiri. Ribuan franchisee dari berbagai tipe usaha dan berbagai industri merasakan pendekatan ini dan secara konsisten telah meraih hasilnya.

Satu kekurangan dari program ini, adalah hasil yang Anda raih yang menjamin kegagalan. Sekarang, untuk pertama kalinya, lima pedoman yang menjamin kegagalan tertuang sebagai berikut:



Pedoman Pertama:
Pilih Usaha Franchise yang Berbasis pada Apa yang Dijualnya

Kebanyakan dari franchisee yang sukses melihat pada berbagai faktor sebelum memutuskan membeli usaha. Kunci kriterianya termasuk:

1. Harapan terhadap gaya hidup mereka dan jadwal kerja.

2. Kekuatan dan kelemahan mereka

3. Income yang mereka butuhkan dan investasi yang rasional bisa ditanamkan

4. Pasar dan lokasi

5. Pemahaman mereka tentang kemampuan-kemampuan penting untuk sukses sebagai franchisee



Untuk gagal, Anda tidak perlu perhatian alias cuek terhadap faktor-faktor ini. Idenya adalah memilih franchise berdasarkan semata-mata perasaan Anda tentang produk dan franchise. Pilihlah perusahaan sebab Anda familier dengan produk atau service, atau Anda berpikir mungkin bisa merasa senang dan Anda merasa tepat dengan jalan yang Anda pilih. Contohnya, jika Anda dapat mengoperasikan program VCR, Anda akan mempertimbangkan untuk memilih franchise rental video. Jika Anda bisa membuat sandwich atau burger, berpikirlah usaha fast food. Kesalahan dalam mempertimbangkan secara hati-hati tujuan Anda, kemampuan dan parameter keuangan adalah bagian yang paling jelas dalam membuat keputusan yang buruk.



Pedoman Kedua:

Abaikan dokumen

Di Amerika Serikat, franchise memiliki UFOC (Uniform Franchise Offering Circular) yang menggambarkan secara detil status terakhir bisnis mereka. Dokumen ini menyediakan informasi tantang sejarah perusahaan, tim manajemen, training dan program pemasaran, semua biaya dan fee serta termasuk rate keesuksesan dari para franchisee.

Para franchisee yang sukses menggunakan UFOC sebagai informasi kunci untuk membantu mengevaluasi perusahaan franchise dan mendasarkan keputusan mereka pada isi di dalam dokumen tersebut. Selama me-review, mereka memiliki pemahaman yang jelas bagaimana tren pertumbuhan, apa program support-nya. Beberapa disclosur juga menyediakan kemungkinan yang bisa Anda peroleh yang bisa membantu mengestimasi potensi yang bisa Anda raih di bisnis itu. Bagi calon franchisee di Indonesia, apa yang ada di UFOC bisa dijadikan sebagai salah satu sumber perbandingan yang bersifat prinsipil untuk meneliti perusahaan franchise sebelum membelinya.

Tetapi, untuk menjamin kegagalan, cuekin beberapa yang termaktub di dokumen, dan Anda akan kehilangan beberapa peringatan terhadap perusahaan yang buruk. Anda tidak akan mengenal perkara-perkara yang terjadi dengan franchisee mereka atau jika mereka telah menutup beberapa unit bisnis selama dua tahun terakhir. Mengabaikan ini di dalam proses investigasi akan meletakkan Anda pada fast track untuk gagal.



Pedoman Ketiga:

Jangan Minta Keterangan Existing Franchisee

Ketika investigasi franchise kebanyakan orang merasa bahwa informasi yang tersedia sebagai sumber penting dan mereka menerimanya dari existing franchisee. Para franchisee ini hidup dan bernafas dengan bisnis setiap hari dan telah melalui berbagai pengalaman, sedangkan Anda baru pada tahap merenungkannya.



Keterangan dari franchisee biasanya dimulai dengan seri pertanyaan umum untuk membantu menentukan lifestyle franchisee.—berapa jam mereka bekerja, apa yang mereka lakukan dalam berkerja dan seberapa suka mereka terhadap bisninya itu. Keterangan ini juga meliputi masalah efektifitas dari program training pendahuluan, contoh ongoing support yang mereka terima dari franchisor dan kekuatan dari sistem pemasaran. Mereka umumnya mengakhiri dengan diskusi tentang franchise opportunity yang secara praktis mengijinkan Anda untuk memperjelas income yang Anda harapkan di bisnis.



Pedoman ketiga ini intinya menjamin kegagalan; “Jangan tanyai existing franchisees.” Dengan tidak menggunakan sumber ini, Anda secara senang bisa menemukan yang Anda inginkan untuk diri Anda. Anda akan segera menermukan tentang training dan support, jam kerja dan tugas-tugas yang harus Anda lakukan serta keuangan yang bisa Anda peroleh. Meloncati langkah ini adalah keharusan untuk meyakinkan penyelesaian buruk untuk segala usaha franchise.



Pedoman Keempat:

Lempar Dadu dalam Membuat Keputusan

Ketika sudah waktunya untuk memutuskan bisnis franchise yang ingin dibeli, pembeli yang cerdik akan melakukan proses evaluasi. Mereka secara hati-hati menghimpun sejumlah informasi yang mereka butuhkan dengan memahaminya. Mereka akan membandingkan pemahaman ini dengan goal dan harapannya terhadap bisnis untuk memmbuatnya yakin bahwa bisnis tersebut sesuai dengan karakter yang diinginkan. Mereka terus mencari sampai menemukan bisnis yang tepat.



Untuk menjamin kegagalan, abaikan proses ini, dan lakukanlah dengan cara melempar dadu. Cara ini mengamankan waktu dan akan menghindari frustasi ketika Anda sadar dalam proses pencarian tidak menemukan komparasi yang bisa Anda ikuti sebagai pijakan. Yang terbaik dari itu semua, sejak Anda merubah sukses secara acak, Anda bisa menghilangkan beberapa rasa tanggung jawab personal untuk penghasilan. Ini salah satu cara Anda akan menemukan perusahaan yag buruk.



Pedoman Kelima:

Ingat Kata Kunci di Franchising-Inovate!

Kunci sukses kesempatan di bisnis franchise adalah kehati-hatian membangun sistem untuk menjalankan bisnis. Perusahaan franchise menghabiskan bertahun-tahun percobaan dan perbaikan sistem mereka, sehingga bisa mengajarkan kepada franchisee baru secara tepat bagaimana memasarkan dan mengoperasikan bisnis untuk meraih sukses secara maksimum secepat mungkin. Sistem ini secara baik terdokumentasi dan menjadi panduam yang menjelaskan kepada franchisee baru metode paling efektif segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk dilakukan.



Untuk gagal, Anda perlu mengabaikan sistem yang telah terbukti dan buatlah inovasi pada setiap kesempatan. Anda hanya boleh nemiliki beberapa ide yang lebih baik untuk kegiatan pemasaran dan operasi bisnis, dan Anda tidak pernah tahu jika tidak mencobanya. Kuncinya, menggunakan sistem pelatihan dari franchisor sebagai permulaan dan selanjutnya test ide yang Anda dapat. Potonglah sistem yang mapan yang telah dibuktikan oleh franchisor bertahun-tahun, selanjutnya bangun sesuai dengan keinginan Anda, maka dapat dipastikan Anda akan gagal.



Kesimpulannya, mengikuti sebagian dari pedoman ini atau mengikuti semuanya akan membantu Anda mencapai kegagalan di bisnis franchise. Asumsinya bahwa kegagalan bukan tujuan real Anda, sebaliknya fokuslah kepada kebalikan dari pedoman itu, maka hasilnya akan jauh lebih positif.



Nasihat terbaik yang harus diikuti ketika mempertimbangkan franchise adalah menemukan sebanyak mungkin informasi. Hati-hati menentukan karakteristik bisnis yang Anda inginkan. Pelajari materi-materi yang disediakan oleh perusahaan franchise dan lakukanlah riset melalui existing franchisee. Buatlah keputusan berdasarkan informasi ini dan kemdian ikuti sistem secara sempurna yang diberikan oleh perusahaan franchise. Hasilnya boleh jadi tidak bisa dijamin, tetapi itu akan lebih baik.

www.majalahfranchise.com

Menjadi Franchisee Ideal Di Mata Franchisor

Menjadi Franchisee Ideal Di Mata Franchisor


Menjadi franchisee tidak berarti mendelegasikan seluruh tugas dan tanggung jawab kepada franchisor. Bagaimana menjadi franchisee yang ideal


Keberhasilan sebuah usaha tidak hanya ditentukan oleh modal yang besar. Modal hanya salah satu tool yang bisa mendorong seseorang memiliki usaha dan menjalankannya. Tetapi, sesungguhnya sukses sangat ditentukan oleh bagaimana sang pelaku bisnis itu membangun usahanya. Robert T. Kiyosaki dalam bukunya “Cashflow Quadrant” menyebutkan, keberhasilan ditentukan oleh keinginan kuat untuk belajar secara cepat dan kemampuan untuk memanfaatkan aset pribadinya (kecakapannya) di usaha yang dijalankannya.


Di bisnis waralaba, berlaku juga hukum seperti ini. Bagi franchisee, membeli usaha waralaba bukan berarti melepas tanggung jawab seluruhnya kepada franchisor. Karena, berhasil tidaknya usaha yang dijalankan franchisee di lokasi tertentu sangat ditentukan oleh pemiliknya (franchisee). Sejumlah franchisor justru memandang hal ini sangat ketat, sehingga selektif dalam memilih franchisee. Setidaknya, franchisor yang serius mengembangkan usahanya dalam jangka panjang khawatir franchise yang tidak memiliki visi usaha yang jelas bisa merugikan mereknya.



Menurut konsultan franchise dari IFBM, Kemal Sudiro rata-rata franchisor yang benar, sangat ketat dalam memilih franchisee. Alasan pertama yang bisa meloloskan franchisee adalah visinya, bahwa sang investor memiliki pemahaman yang sama dan menyukai bisnis yang dipilihnya. Jika sejak awal franchisee tidak menyukai bisnisnya, kata Kemal, bisa saja di tengah jalan ditinggalkan. Kalau sudah begitu, bisnis franchisee bisa tidak jalan. Franchisor yang concern terhadap bisnis, tidak menginginkan hal itu terjadi, karena bisa menjadi catatan buruk di dalam sejarah rantai bisnis franchiseenya atau brand-nya terkontaminasi oleh prilaku buruk franchisee. “Nomor satu dia harus mempunyai minat yang sama atas jenis usahanya, jadi pikirannya tidak boleh cuma karena di atas kertasnya untung atau cuma cari untungnya doang,” katanya.


Kemal juga menjelaskan, bukan sikap yang benar jika franchisee mengambil posisi sebagai silent partner. Artinya, franchisee harus ikut all out untuk memikirkan keberhasilan usahanya itu. Biasanya, menurut Kemal, franchisee yang memiliki minat kuat dan mau all out akan meghasilkan sinergy yang jauh lebih baik dengan franchisor. Berbagai kekurangan bisa di-support habis. Misalnya, sebut saja kurang modal, franchisor bisa meng-create agar franchisee ini terus berjalan. “Franschisor yang baik akan memilih ke sana bukan memilih orang yang hanya punya modal saja,” tandasnya.


Lebih lanjut Kemal menjelaskan, franchisor umumnya menghindari franchisee yang tidak mau kooperatif dan maunya menang sendiri. Atau yang dari awal sudah meminta jaminan bahwa bisnis itu untung. “Kan banyak tuh yang tanya, pak saya ngambil ini dijamin untung, yah. Kalau enggak untung, ribut, nuntut. Namanya bisnis, kadang untung, kadang rugi, yang penting harus dijalanin dengan benar,” katanya.


Menurut Kemal, ada bahanyanya jika franchisee tidak sesuai keinginan franchisor. Dijelaskan, di dalam usaha franchise ada tiga role utama yang dijalankan oleh Franchisor yaitu, brand development, marketing development, dan training development. Jika franchisor mendapatkan franchisee yang buruk, akibatnya sangat kuat terhadap brand usaha tersebut. Niatan utama ingin mengembangkan bisnis sekaligus membangun image bisa berantakan. “Misi franchsior itu yang tadinya membangun branding image bisa jadi bumerang,” tandasnya.


Karena itu, tutur Kemal, tidak semua pengusaha yang berpeluang memfranchisekan usahanya mau membuka jaringan franchise. Dia menceritakan, ada beberapa rumah makan atau kafe yang memiliki jaringan outlet sangat besar dan sukses, tetapi tidak mau membuka jaringan franchise. Padahal, jika difranchisekan bisa mendapatkan untung lebih banyak. Namun alasannya, mereka tidak mau mengambil resiko karena harus menjaga image brand-nya dan juga standar layanannya. “Ketimbang pusing dan menjaga (image) yang merepotkan mendingan tidak usah dibagi (difranchisekan). Ada kan yang begitu,” tutur Kemal


Tetapi, franchisor yang serius mengembangkan usahanya sangat ketat memilih franchiseenya. Pengaruh franchisee yang buruk sangat berbahaya terhadap masa depan usaha atau merek. Menurut Kemal, kalau kebetulan franchisor mendapatkan franchisee yang buruk, jika sulit untuk diperbaiki jalan terakhir adalah diputuskannya hubungan franchisenya atau bahkan ada yang sampai melakukan aksi buy back atau membeli kembali usaha tersebut, demi menjaga citra brand-nya.


Bagaimanapun, tegas Kemal, franchisor harus memilih/menseleksi franchisee karena mereka akan bermitra dalam periode masa tertentu. Ibarat memilih istri, memilih franchisee pun, kata Kemal tidak bisa sembarangan. Sebab, jika berantem di tengah jalan, bisa merepotkan. Seyogyanya, franchisor harus memilih franchisee yang menyukai produknya.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia

www.majalahfranchise.com

Kemal menambahkan, umumnya kriteria ideal yang diinginkan oleh franchisor terhadap franchiseenya adalah, pertama, harus care dengan jenis usaha yang diambilnya. Kedua, franchisee harus punya rasa memiliki seperti memiliki bisnis atau merek sendiri. Dalam hal ini, hubungan yang dibangun terhadap franchisornya harus seperti yang dibangun terhadap customernya. Sebagai contoh, franchisee mempunyai kepentingan menjaga pelanggannya, maka hubungan dengan franchisor pun harus seperti itu. Hal ini untuk menjaga hubungan bisnis agar tetap langgeng. “Tidak berangkat dari mau menang sendiri saja, nyalahin franchisor saja. Tapi segala input atau masukan itu akan dibicarakan sama-sama untuk kebaikan bersama, bukan hanya kepentingan outlet-nya saja,” kata Kemal.
Kebanyakan, franchisor yang sangat ketat berasal dari luar negeri atau merek-merek global. Mereka umumnya baru bisa melepas mereknya ke franchisee jika sudah meyakini investornya itu memiliki visi yang jelas dan memiliki kemampuan managerial yang memadai. Hal-hal lain bisa didukung dari belakang. Bagaimana menjadi franchisee yang ideal?

Franchise Agreement, Jika Memberatkan Kembalikan ke Franchisor

Franchise Agreement, Jika Memberatkan Kembalikan ke Franchisor


Teliti sebelum membeli. Istilah itu mungkin sepele, tetapi besar artinya bagi para franchisee yang ingin membeli usaha waralaba. Para franchisee yang ingin sukses dengan merek atau usaha waralaba yang sudah cocok di hati, jangan sampai membutakan mata untuk mencermati hal-hal yang mungkin terjadi di masa depan.

Karena itu, langkah yang sangat strategis ketika mau memulai usaha adalah memperhatikan secara cermat franchise agreement (perjanjian waralaba) dengan franchisor. Masalahnya, jika suatu kepentingan tidak diatur di dalam perjanjian, maka bisa menyulitkan keduanya, bahkan merusak hubungan kemitraan antara franchisor dan franchisee.

Menurut pengamat hukum franchise, Mira Sudiro dari lembaga hukum Said, Sudiro & Partner, perjanjian waralaba sangat penting bagi kedua belah pihak. Semua hal yang menyangkut kerja sama harus dituangkan dalam sebuah perjanjian waralaba. Setidaknya, perjanjian itu harus memuat ketentuan minimum sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri yang menyangkut hak dan kewajiban kedua pihak.

Lebih lanjut, Mira menjelaskan, masing-masing pihak harus mengerti apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Dalam posisi sebagai franchisee, di samping kewajiban pembayaran seperti franchise fee dan royalti, banyak kewajiban lainnnya yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan franchisor.

Ditegaskan Mira, franchisee yang tidak paham akan konsekuensi hukum dari isi perjanjian waralaba yang telah ditandatangani dan tengah berjalan, pada saat mengalami perselisihan dengan franchisor bisa merasa terjebak oleh perjanjian yang dia tanda tangani. Keadaan dapat semakin tidak menguntungkan Franchisee apabila kemudian perjanjian waralaba diputuskan sebelum jangka waktunya berakhir.

Menurut Mira, perjanjian waralaba harus dipersiapkan secara cermat dan ditaati serta dihormati. "Dengan diaturnya hak dan kewajiban masing-masing pihak beserta akibat atau pinalti atau tindakan yang dapat diambil, maka diharapkan para pihak akan berusaha memenuhi kewajiban-kewajibannya dan menghormati hak masing-masing sebagaimana diatur dalam perjanjian," katanya.

Diakui, sebenarnya tidak ada standar mengenai perjanjian waralaba. Umumnya franchisor telah mempersiapkan sendiri perjanjiannya. "Ini wajar saja karena franchisor punya kepentingan mengontrol sistem usahanya yang diwaralabakan kepada pihak lain. Kalaupun perjanjian yang disodorkan oleh franchisor terlihat kurang fair bagi posisi Franchisee, maka calon franchisee dapat mengajukan usulan perubahan untuk dimasukkan ke dalam perjanjian," kata Mira.

Mira juga menyarankan, franchisee sebaiknya proaktif untuk mempelajari terlebih dahulu konsep perjanjiannya. Apabila suatu kewajiban dianggap terlalu membebankan franchisee sebaiknya calon franchisee memberikan pertimbangannya kepada franchisor sehingga dapat dicarikan cara untuk menyelaraskannya.

Menurut Mira, hal pertama yang harus dilihat dalam klausul-klausul perjanjian antara lain, pertama, mengenai besarnya imbalan waralaba yang harus dibayar dalam masa berlakunya perjanjian. Kedua, mengenai apa yang akan didapat oleh franchisee dari nilai imbalan waralaba. Ketiga, kapan imbalan waralaba harus dibayar. Keempat, kewajiban pembayaran lainnya seperti royalti, administration fee, berapa dan kapan wajib dibayarkan, berapa besar penalti apabila terlambat melakukan pembayaran.

Kemudian harus dilihat pula mengenai, kapan franchisee harus mulai menjalankan usaha tersebut, dan apakah perjanjian dimungkinkan untuk diputuskan sebelum jangka waktunya berakhir. Menurut Mira, karena perjanjian waralaba merupakan kesepakatan para pihak, maka setelah perjanjian ditandatangani dan berjalan, perubahan, perbaikan atau pun penambahan klausul-klausul juga harus atas kesepakatan kedua belah pihak dan ditandatangani kedua belah pihak.

Untuk menghindari perjanjian waralaba yang tidak menguntungkan, masing-masing pihak harus memahami konsekuensi hukum dari klausul-klausul perjanjian waralaba. Menurut Mira, memahami konsekuensi hukum dari klausul-klausul dalam perjanjian waralaba bukan hal yang mudah. Karena itu disarankan kepada calon franchisor maupun calon franchisee untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan hukum waralaba sebelum menandatangani perjanjian waralaba.

Kerugian bagi franchisee jika tidak teliti atau tidak paham konsekuensi hukum dari isi perjanjian waralaba yang telah ditandatangani dan tengah berjalan, pada saat mengalami perselisihan dengan franchisor bisa merasa terjebak oleh perjanjian itu. Keadaan dapat semakin tidak menguntungkan franchisee apabila kemudian perjanjian waralaba diputuskan sebelum jangka waktunya berakhir.

Mengenai besarnya royalti yang disodorkan dalam perjanjian waralaba apakah bisa dinegosiasikan, menurut Mira, ada kalanya atas pertimbangan franchisor, diberikan toleransi tertentu berkenaan dengan kewajiban pembayaran royalti. Misalnya diberikan kurun waktu tertentu di mana franchisee dibebaskan dari kewajiban pembayaran royalti.

Dalam berbagai kasus, banyak franchisor dan franchisee tidak paham betul klausul-klausul apa saja yang harus diatur dalam suatu perjanjian. Ketika sudah berjalan, tidak sedikit kedua belah pihak mengalami kendala dalam menerapkan isi perjanjian. Akhirnya franchisee menganggap franchisor tidak beritikad baik untuk menyediakan perjanjian waralaba yang sesuai dengan ketentuan waralaba yang berlaku. Sebaliknya franchisor menganggap franchisee tidak beritikad baik untuk memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati. Pada akhirnya kedua belah pihak terjebak pada suatu sengketa hukum atau perselisihan hukum yang bermula dari suatu perjanjian waralaba yang tidak sempurna. "Ini hanya salah satu contoh dari banyak kasus yang sedang kami tangani. Banyak kasus lainnya yang bermula dari perbedaan penafsiran isi perjanjian oleh pihak franchisee ataupun pihak franchisor, yang awalnya disebabkan pasal-pasal perjanjian yang tidak lengkap, rancu atau tidak jelas," kata Mira seraya menyarankan sebaiknya sebelum memasuki perjanjian waralaba franchisor dan franchisee melakukan konsultasi hukum dahulu.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia
www.majalahfranchise.com

BEP Bisa Dipercepat Lho

BEP Bisa Dipercepat Lho


Setiap pelaku usaha menginginkan secepatnya meraih untung. Karena sejatinya, itulah tujuan bisnis. Adakah cara meraih untung yang cepat sehingga bisnis yang dimulai bisa meraih BEP dalam waktu singkat?

Salah satu performa bisnis franchise yang selalu dipertanyakan oleh para franchisee sebelum membeli hak waralaba, biasanya menyangkut berapa lama bisnis tersebut bisa BEP (break event point). Poin ini sangat wajar dipertanyakan, karena setiap pebisnis punya motivasi yang sama, yakni meraih untung. Apalagi di bisnis franchise, sebisa mungkin harus terukur seperti kapan BEP-nya. Jika tidak, siapa yang mau membeli franchise.

Namun, adakah cara yang bisa mempercepat BEP dalam waktu yang lebih singkat? Menurut Tung Desem Waringin, semua bisnis, semua outlet franchise sangat mungkin untuk bisa meraih BEP secara cepat. Tetapi, ada beberapa tahapan dan persyaratan yang harus diperhatikan. Motivator bisnis yang biasa dipanggil TDW itu menyarankan pelaku bisnis untuk memperhatikan dua tahapan.

Tahap pertama, sebelum membeli franchise. Pada tahap ini, pelaku usaha harus mengamati beberapa hal. Pertama, bisnis yang dijalankan layak tumbuh. Di sini, franchisee harus jeli melihat model atau induk bisnisnya. Jangan hanya percaya pada pernyataan franchisor bahwa bisnis tersebut sangat menjanjikan. Sebab, tidak jarang para pelaku usaha yang langsung memfranchisekan usahanya sebelum meraih BEP. Kalau sudah begini, bagaimana mungkin franchisee bisa menjalankan secara menguntungkan kalau franchisornya saja tidak mampu membuktikannya.

Jika BEP franchisor diperoleh dari menjual hak waralaba, bukan dari kinerja produknya, hal itu bukan bukti bahwa bisnis tersebut menjanjikan. Karena itu, sebuah bisnis harus berjalan sekitar 4-5 tahun sebelum difranchisekan. Cara ini untuk membuktikan bahwa bisnis tersebut sudah BEP dan sustain sebagai ukuran untuk mengestimasi kemungkinan waktu BEP yang bisa diraih oleh para investor (franchisee).

Mengapa hal ini penting? Karena bisnis yang dirancang tidak selalu harus berhasil. Menurut TDW, kemungkinan sebuah bisnis tidak berhasil di tahun pertama sangat besar. Dari 100 bisnis yang muncul, 80% mengalami kegagalan di tahun pertama. Sisanya yang 20%, itu pun tidak 100% akan berhasil. Dari yang 20% itu, 80%-nya akan mati juga di tahun
keempat. Sehingga di tahun kelima, yang bisa sustain hanya 4%. Disinilah pentingnya para franchisee harus melihat masa bertahannya sebuah bisnis.

Kedua, tungguin outlet franchisornya seharian. Cara ini untuk melihat bagaimana mereka (franchisor) menjual produknya dan untuk mengukur tingkat laku dan tidaknya produk yang dimiliki franchisor. Dalam hal ini, franchisee harus benar-benar waspada, jangan sampai hanya melihat kinerja penjualan produk di atas kertas saja. "Tongkrongin. Jadi harus lebih waspada, tidak sekadar hitungan di atas kertas saja. Lihat juga trennya slama 3 tahun, tahan atau tidak," kata TDW.

Ketiga, lihat pula sistem marketingnya. Menurut TDW, franchise yang bagus dan teruji adalah yang grafik ketika memulainya tinggi dan ramai lalu setelah itu stabil. Stabil karena bisnis tersebut sudah punya sistem untuk menggedor pasar ketika opening outlet-nya.
Pada tahap kedua, yakni setelah terlanjur beli franchise. Di sini franchisee bisa melakukan upaya untuk mempercepat BEP. Ada beberapa cara yang disarankan oleh TDW, diantaranya, pertama, marketing revolution. Langkah pertama ini agar bisnis ramai diminati konsumen. Dalam melakukan marketing revolution ini pelaku usaha harus fokus pada tiga hal yang disederhanakan menjadi USP, yakni:

1. Unlimited advanted (nilai tambah). Nilai tambah bisa berupa harga murah, parkir gratis dan juga hal-hal yang bisa membuat konsumen penasaran.

2. Sensational offer. Yakni tawaran yang lebih menggiurkan kepada konsumen untuk melakukan aksi pembelian. Contohnya seperti yang dilakukan Lion Air dengan program: “Terbang dengan Lion Air, pulang bawa BMW”. Nah, Sensational offer ini menurut TDW ada tiga, yakni hadiah, diskon dan limit. Limit mengundang rush. Dengan begitu, BEP bisa dengan cepat diraih.

3. Powerfull promise. Misalnya dengan memberikan garansi yang luar biasa.
Kedua, berikan penawaran yang konsumen tidak bisa menolaknya. Ketiga, copywriting yang harus mengena dengan target market. Keempat, gunakan 12 jurus yang cukup ampuh dan sangat mengena terhadap market, yaitu, press release publishity, reference, endorshment, iklan utamakan dengan barter, direct sales, direct agent, direct mail, house benefesary/ada induknya, telemarketing, joint venture, canvasing/pameran dan seminar.

Menurut TDW, cara-cara untuk mempercepat BEP tersebut tidak sulit. Kuncinya, harus bisa jualan. Dan itu harus mengikuti konsep yang disebut TDW sebagai marketing revolution. "Sangat gampang," kata penulis buku Financial Revolution tersebut.

Kuncinya, tandas TDW, terletak pada marketing, kontrol dan SDM. Tiga hal ini menjadi satu kesatuan. Untuk mengukur SDM itu baik, bisa dilihat dari produktifitasnya yang harus terkait langsung dengan penghasilannya. "Tanpa kecuali, semua jenis usaha bisa mempercepat BEP. Syaratnya yang tadi saya ungkapkan," tandasnya.

Namun, jika produknya tidak mendukung, sistem marketingnya tidak jalan dan sales-nya tidak punya passion, akan menjadi kendala bagi bisnis yang dijalankan untuk meraih BEP secara cepat.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia
www.majalahfranchise

Pengambilan Keputusan Membeli Franchise

Pengambilan Keputusan Membeli Franchise


Mengembangkan jaringan/outlet waralaba tak selamanya berujung sukses. Tidak sedikit yang gagal dan bangkrut di tengah jalan. Untuk meraih kesuksesan sebagai terwaralaba (fanchisee), diperlukan kesiapan dan kesugguhan dari para calon franchisee tersebut. Oleh karena itu, dengan jumlah franchisor yang semakin banyak (lebih dari 400 perusahaan/merek dagang yang menawarkan sistem waralaba) dan sektor usaha yang makin luas, maka semakin banyak alternative yang harus dipilih. Bila tidak bisa membedakan dan menyeleksi secara benar dari sejumlah merek itu, karena kurangnya informasi dan pengetahuan waralaba, apalagi dibutuhkan tahapan yang panjang untuk memperoleh merek/mitra usaha yang terbaik, maka membeli franchise yang tepat itu memang tidak mudah, karena belum banyak franchisor yang memberikan jaminan sukses dan diperlukan penelitian yang mendalam dari calon franchisee ataupun bantuan dari konsultan atau advisor waralaba yang berpengalaman.

Untuk memburu sebuah merek waralaba terbaik di dalam maupun diluar negeri, dibutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang cukup mahal, terlebih untuk memburu merek luar negeri. Johny Andrean misalnya, untuk menjadi master franchisee Breadtalk dan JCO Donut dibutuhkan waktu beberapa bulan, bahka harus keliling dunia dulu, sampai akhirnya ketemu merek favorit dan produk yang sangat digandrungi konsumen di dalam negeri.

Untuk melakukan pemilihan usaha waralaba yang cocok dan potensial, setidaknya mempertimbangkan 8 aspek yang mempengaruhinya. Diantaranya adalah seberapa besar peluang pasar yang ada sesuai dengan target pasarnya. Seberapa besar jumlah pemasok perusahaan tersebut. Kemudian mencakup kemudahan metode bisnis, nilai investasi, pengalaman dan kemampuan tenaga kerja, tipe pasar dan konsumen, target penerimaan dan tingkat pengembaliannya. Untuk kasus sektor usaha makanannya dapat dibuat model dianalisis kualitatif dan kuantitatif (skore menurut sub sector dan merek dagang).

Kejelian memilih waralaba sebenarnya hanyalah sebagian dari serangkaian kiat sukses di bisnis waralaba. Maklum, faktor sukses dalam mengembangkan bisnis waralaba memang cukup multi dimensional, termasuk aspek mental dan jiwa kewirausahaan dari para calon franchisee yang harus dimiliki. Memang benar berbisnis waralaba berpotensi sukses lebih besar ketimbang membangun usaha sendiri. Diantaranya karena telah memiliki sistem dan merek yang kuat dari pewaralaba (Franchisor). Namun, bisnis ini tetap membutuhkan keterlibatan dan perhatian penuh investor.

Sebelum memutuskan untuk membeli franchise tertentu, terlebih dahulu harus dilakukan perhitungan capital budgeting yang berkaitan dengan aspek penyediaan modal dan analisa arus kas (cas flow), perhitungan rugi laba (profit and loss), serta resiko keuangan (financial risk). Biaya pengeluaran awal seperti initial franchisee fee, biaya pembelian barang perlengkapan, sewa ruangan kantor, dan lainnya harus dihitung secara teliti. Beban biaya sebagai franchisee biasanya lebih kecil dari pada master franchise (yang menguasai suatu kawasan dan bertindak sebagai wakil franchisor di suatu negara/kawasan tertentu). Selain itu perlu dicek apakah franchisee fee itu dapat dicicil dan refundable atau tidak, serta mencakup biaya apa saja.

Kenyataannya, tak semua bisnis yang dikembangkan dengan waralaba benar-benar mampu mendatangkan untung bagi investor sebagaimana dijanjikan pewaralabanya. Maklum, tak sedikit bisnis yang sebenarnya belum terbukti menguntungkan dan citra mereknya juga belum cukup kuat, tetapi buru-buru dikembangkan secara waralaba, karena pemiliknya hanya ingin mengejar fee waralaba dan initial fee. Sebab itu, investor yang ingin sukses memiliki bisnis waralaba memang dituntut hati-hati, diantaranya melalui buku panduan pemilihan produk/jasa waralaba unggulan yang dimiliki para konsultan.

Untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi calon franchisee, maka bisa menggunakan konsultan franchise yang berpengalaman untuk menghitung biaya investasi dan proyeksi finansial. Konsultan franchise dalam hal ini berperan sebagai penghubung antara franchisor dengan calon franchisee-nya guna mempertemukan kesamaan pandang dan asumsi dalam memperhitungkan investasi dan proyeksi penjualan serta potensi keuntungan. Berbagai resiko perlu dihitung, seraya meneliti bantuan teknis apa saja yang disediakan oleh franchisor, baik pada tahapan persiapan, pemilihan lokasi, tahap pra-pembukaan, pembukuan, dan opeasi usaha franchise. Selain bantuan teknis, umumnya franchisor menyelenggarakan penjelasan umum tentang sistem yang dimiliki franchisor.

Proses Panjang
Seorang calon franchisee biasanya harus melakukan proses yang panjang untuk mengambil keputusan dalam membeli franchise yang cocok, bila tidak membatasi pada produk/jasa yang sesuai dengan minat, hobi dan kemampuan modal atau ketersediaan lokasi usaha. Untuk memilih waralaba tertentu harus dikaji dulu bidang usaha yang paling diminati, memiliki potensi pasar yang besar dan sesuai dengan kemampuan teknis dan financial yang dimiliki.

Dengan demikian, untuk memilih sebuah merek pilihan, harus memiliki informasi bisnis katagori utama dan sejumlah calon franchisee yang diperoleh di sumber yang bisa dipercaya. Jadi memang cukup sulit bagi para pemula calon franchisee, sekalipun informasi saat ini semakin mudah, karena tidak semua franchisor terbuka dan tidak semua calon franchise mau datang ke pameran berkala atau konsultan berpengalaman.

Dengan mengetahui kemampuan, posisi, hobi dan minatnya, akan bisa mempermudah untuk menyeleksi franchise yang cocok dan menguntungkan. Artinya, bagi para investor yang pernah membuka dan mengenal operasi waralaba, sebenarnya tidak terlalu sulit. Persoalannya, para calon franchisee umumnya enggan menanyakan secara detil kepada calon mitra franchisor, apalagi kepada para konsultan independen maupun membeli buku, karena dianggap akan terlalu lama dan mengeluarkan biaya yang besar. Padahal dengan kesalahan awal memilih jenis usaha, partner/franchisor, lokasi usaha hingga SDM calon pengelola akan terkait dengan resiko kegagalan usaha yang mencapai ratusan juta rupiah.

Bagi investor yang ingin mencoba berbisnis dengan membeli waralaba, ada tahapan-tahapan penting yang sebaiknya dijalankan. Antara lain: sebelum memulai segalanya calon pembeli melihat posisinya, baik latar belakang pendidikan, bidang bisnis yang diminati, maupun pengalaman bisnis dan organisasi terkait. Dengan kegiatan bisnis sendiri sebagai introspeksi, apakah memang suka berhubungan dan mengelola orang lain serta pernahkah punya pengalaman gagal-sukses dalam mengelola orang? Juga perlu dilihat kemampuan keuangannya, termasuk seberapa banyak aset likuid yang dimiliki, jumlah uang yang dimiliki yang siap diinvestasikan dan dikembangkan untuk membeli waralaba. Mengetahui posisi keuangan, minat, pengalaman dan kemampuan berbisnis akan sangat membantu dalam mengarahkan pilihan bidang waralaba yang cocok dan berpotensi sukses dimasa depan.

Strategi yang tetap untuk pemilihan waralaba oleh calon franchisee yaitu, pilihlah jenis waralaba yang sesuai dengan hasrat dan minat Anda (sektor usaha terpilih yang fokus), yang Anda yakin akan berkembang (usahakan melalui survey dan investigasi yang benar) dan menguntungkan dalam jangka pendek dan jangka panjang (terbukti outlet-outlet yang ada berjalan secara menguntungkan). Hindari memilih jenis waralaba untuk sekedar ikut trend dan sedang banyak digemari semata.

Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan kriteria yang harus dimiliki oleh perusahaan pewaralaba unggulan calon mitra usaha, antara lain :

1. Memiliki brand name yang cukup dikenal luas, di Indonesia khususnya
2. Memiliki minat kuat untuk bekerjasama secara terbuka dengan pihak lain (calon franchisee) dalam pengembangan pasar, jaringan usaha dan pembiayaannya
3. Memiliki tingkat kesuksesan outlet yang cukup besar 90% keatas (track Record) dalam 1 tahun terakhir dengan tingkat keuntungan yang diatas 30%.
4. memiliki sistem aplikasi manajemen dan pemasaran yang mudah dan menguntungkan di bandingkan dengan merek dagang usaha sejenisnya.
5. Merek dagang yang di-franchise-kan tengah didaftarkan pada kantor HAKI
6. Memiliki SOP/operating manual terhadap produk/jasa yang di-franchise-kan
7. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan atau izin dari Departement teknis terkait.
8. Memiliki reputasi sebagai pengusaha waralaba yang maju dan berprestasi
9. Memiliki mitra kerja dengan pengusaha dengan modal masih terjangkau.

Mempunyai trend usaha dan ekspansi outlet waralaba yang berkembang pesat. Memang tidak mudah untuk memilih waralaba terbaik saat ini, karena para franchisor umumnya senantiasa menutupi kekurangannya dan bicara terlampau optimistis. Merek waralaba yang sebaiknya dipilih tentu yang keuangannya benar-benar solid atau dalam kondisi perusahaan dan jaringan outlet yang masih berkembang terus. Jangan sampai membeli hak waralaba dari perusahaan yang sakit atau yang mulai dijauhi oleh konsumen, sehingga potensial mengalami kebangkrutan. Karena itu, sebisa mungkin calon pembeli waralaba melakukan due diligence secara diam-diam atau melakukan investigasi khusus hingga marketing intelligence melalui berbagai sumber dan metode kepada calon franchisor. Carilah informasi sebanyak-banyaknya soal kinerja franchisor itu, mulai soal kepuasan pelanggan, kepuasan franchisee, hingga reputasi pewaralaba di hadapan para supplier dan bankir. Selanjutnya fokus investigasi dan analisa tentang tawaran waralaba atau prospectus yang ditawarkan, mencakup sejumlah fee dan kontrak-kontrak ikatan yang ada, dan bandingkan dengan waralaba sejenis lainnya yang juga potensial dibeli calon franchisee. Pada intinya, cari informasi sebanyak mungkin terhadap franchisor agar tak tertipu dikemudian hari.

Bila seorang calon franchisee salah dalam pengambilan keputusan dalam memilih merek dagang/partner usaha waralaba, maka akan menimbukan kerugian kedua belah pihak. Disamping outletnya bisa tutup dalam waktu cepat, juga akan menurunkan brand image dari merek dan perusahaan waralaba tersebut. Dalam hal ini, calon terwaralaba (franchisee) diharapkan untuk tidak mudah terlena oleh penawaran-penawaran dan ketentuan dari sebuah franchise, dan waspada akan beberapa hal yang tidak dilakukan oleh franchisor antara lain:

1. Klaim bahwa produk dan jasa akan dapat dijual dengan sangat mudah, produk yang super laris, dan keuntungan luar biasa besar.
2. Diabaikannya minat dan kemampuan terwaralaba akan bidang usaha yang akan diwaralabakan.
3. Franchisor tidak dapat memaparkan rencana pengembangan jangka panjang dari bisnisnya.
4. Franchisor tidak meng-ekspos statistik dan laporan keuangan secara detail dan transparan.
5. Tidak terdapat aktivitas promosi ataupun beriklan yang memadai.
6. Minimnya support dari kantor pusat pewaralaba.
7. Kontrak yang tidak memadai dan cenderung merugikan.
8. Klaim untung terlihat sangat besar dengan investasi sangat minim.
9. Merk dari sebuah franchise yang secara gamblang meniru merk dari bisnis waralaba lainnya baik dari dalam maupun luar negri.
10. Ketidakmampuan franchisor untuk memaparkan laporan keuangan yang menunjukkan keberhasilan usahanya.
11. Tidak adanya informasi pimpinan (direktur utama atau eksekutif) yang jelas.
12. Kontrak yang diberikan tampak terlalu mudah dan bersifat jangka pendek (tidak meng-cover jangka panjang)
13. List testimoni yang sangat memuaskan bahkan berlebihan dari pelanggan ataupun terwaralaba lain.
14. Janji kembali modal yang sangat cepat dan tidak wajar.
15. Laporan keuangan yang tidak mencerminkan kondisi keuangan yang sesungguhnya

Tips memilih bisnis waralaba yang cocok

Tips memilih bisnis waralaba yang cocok


Informasi waralaba mulai banyak bertebaran. Nah, ketika sudah memutuskan untuk membeli waralaba dan mendapatkan banyak informasi, apa yang harus dilakukan berikutnya? Apa yang dapat Anda harapkan dari perusahaan franchise. Bagaimana Anda tahu telah menemukan yang tepat buat Anda?

Berikut beberapa saran yang bisa Anda gunakan untuk memperoleh yang bisnis waralaba yang sesuai harapan.

Pra Persiapan

Sebelum memutuskan, langkah pertama yang harus diambil adalah Anda harus hati-hati dan mengevaluasi diri. Berikut pertanyaan-pertanyaan yang bisa memandu Anda untuk mengenal sejauh mana Anda mengetahui keinginan dan sejumlah konsekwensinya. Apa kekuatan dan kelemahan Anda? Apa yang ingin Anda lakukan dan apa yang membuat Anda bahagia di lingkungan kerja? Apa yang membuat Anda tidak bahagia atau frustrasi. Apakah Anda menyukai jualan, bekerja dengan customer, mengelola karyawan? Apakah teknologinya cukup up to date dan Anda nyaman dengan perubahan? Apa yang bisa Anda tolelir menyangkut resiko?

Kemudian berikutnya, buat daftar karakteristik yang Anda inginkan di bisnis waralaba. Seberapa penting resiko keuangan bagi Anda? Apa yang paling realistis dari investasi dan income Anda yang menjadi tujuan dari bisnis? Apa yang Anda rasakan tentang resiko dan status? Berapa jam dalam seminggu yang bisa Anda dedikasikan untuk bekerja?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa menjelaskan apa yang Anda butuhkan untuk menemukan bisnis yang cocok dengan preferensi (pilihan) dan keinginan Anda. Anda akan mendapatkan gambaran seperti apa bisnis Anda di kemudian hari. Selanjutnya, Anda hanya membutuhkan proses untuk menemukan secara individu perusahaan waralaba dan menentukannya bahwa perusahaan tersebut cocok dengan rencana Anda.

Menemukan perusahaan waralaba

Banyak sumber informasi tentang peluang waralaba, entah itu dari buku, iklan atau situs internet. Di sana ada ribuan peluang franchise yang dapat Anda pertimbangkan. Tidak perlu semuanya harus Anda telusuri, cukup mengambil beberapa yang menjadi concern Anda.

Langkah pertama, Anda hanya perlu melihat yang paling memungkinkan buat Anda. Pertimbangkan karakteristik yang sudah Anda identifikasi sebelumnya seperti uraian di atas. Lihatlah industrinya atau sub industrinya lebih dahulu sebelum melihat perusahaannya. Dalam pandangan yang sekilas, terutama dari sisi industrinya, apakah karakteristiknya mendekati kecocokan?

Anda dapat mengabaikan investasi yang tidak Anda inginkan. Apabila Anda tidak mau mengerjakan sendiri, Anda bisa meminta bantuan dari konsultan franchise untuk membantu menemukan yang sesuai dengan kriteria usaha yang Anda inginkan.

Sekali Anda telah mengidentifikasi perusahaan yang terlihat menarik dari permukaannya, maka cobalah pelajari tentang perusahaan itu.

Proses Penyisihan

Selama mencari usaha yang tepat, Anda perlu mengingat bahwa ini adalah proses penyisihan antara Anda sebagai investor dengan franchisor. Anda bisa saja langsung menemukan usaha yang tepat dalam kesempatan pertama, tetapi ini benar-benar tidak mengenakkan. Anda juga perlu memahami bahwa kontak dengan franchisor tidak mengenakkan meskipun mereka pasti merasa tersanjung. Karena itu, Anda dan franchisor harus mencoba menentukan jika perusahaan itu cocok dengan Anda.

Setiap langkah di dalam proses pencarian membutuhkan banyak waktu dan usaha dari kedua pihak (Anda dan franchisor). Dua pihak harus mencoba untuk menggapai titik temu di mana Anda memiliki informasi yang cukup untuk memutuskan kerja sama. Jika masing-masing pihak datang dengan kesadaran bahwa ini bukan sebuah kasus, mereka akan secepatnya memberi tahu yang lain dan selanjutnya bergerak.

Ada lima langkah dalam proses investigasi ini yang umumnya dilakukan dalam pencarian usaha franchise. Langkah ini dimulai dengan Anda mengontak perusahaan pemberi hak waralaba di mana Anda menginginkan banyak informasi darinya.

1. Information yang Umum

Franchisor akan mulai dengan menyediakan kepada Anda berbagai informasi perusahaan baik melalui brosur maupun lainnya. Mereka, kemudian akan menanyakan kepada Anda tentang informasi yang mereka sediakan kepada Anda. Dan meminta Anda mengisi atau menjawab beberapa pertanyaan untuk mengetahui karakteristik umum yang Anda cari. Asumsinya, masing-masing pihak masih saling tertarik atau pertukaran informasi, yang akan diproses ke langkah selanjutnya.

2. Dokumen Terkait

Anda juga harus mempelajari referensi yang memberikan informasi terkait dengan perusahaan yang ingin Anda bidik. Informasi terpenting yang perlu anda dapatkan antara lain:

- Sejarah perusahaan tersebut dan pendiri serta para direksinya

- Diskripsi bisnis yang lengkap kenapa di-franchise-kan

- Semua cost dan fee yang akan dibebankan kepada Anda di bawah perjanjian

- Semua kewajiban masing-masing pihak selama masa perjanjian

- Semua yang berhubungan dengan perkara perusahaan atau para pelakunya.

- Semua kegagalan bisnis, perpindahan kepemilikan, term-term perjanjian franchise, atau informasi terkait kesuksessan dari unit-unit existing di dalam system.

- Audit financial setidaknya tiga tahun terakhir

- Daftar existing franchisee

- Kopi dokumen perjanjian secara lengkap.

3. Menemui Franchisee

Kebanyakan sumber informasi yang paling akurat adalah dari existing franchisee. Apapun yang Anda temukan yang berlaku pada existing franchisee, secara pasti akan berlaku juga kepada Anda jika jadi investor. Kunjungi mereka untuk meyakinkan Anda. Lebih dulu, Anda harus menemukan apakah kebanyakan franchisee merasa happy dan supportif. Kadang-kadang sebagian tidak begitu.

Dengarkan sejumlah komplain, tetapi juga tentukan apa yang membuat franchisee ini berbeda dengan yang lainnya. Jika Anda bisa mengidentifikasi secara positif dan objektif, selanjutnya Anda akan baik-baik saja. Jika Anda menemukan diri Anda merasakah seperti kebanyakan franchisee yang tidak happy, bagaimanapun usaha tersebut tidak tepat buat Anda.

Berikut daftar area prinsipil yang perlu Anda telusuri selama proses pencarian:

  1. Program pelatihan. Seberapa baik program trainiung pendahuluan dan dukungan persiapan kepada franchisee untuk membuka dan menjalani bisnisnya?
  2. Support pembukaan. Seberapa mudah franchisor membuat proses mendapatkan unit pertama dibuka dan dioperasikan?
  3. Ongoing Support. Seberapa efektif support yang berkelanjutan dari franchisor dalam membantu franchisee dalam menangani promblem setiap hari di dalam menjalankan bisnisnya?
  4. Program pemasaran. Kebanyakan franchisor mengumpulkan dana untuk kegiatan marketing dari setiap franchisee. Apakah para franchiseee merasakan adanya support dari kegiatan pemasaran tersebut?
  5. Purchasing Power. Apakah franchisor menggunakan kekuatan kolektif pembelian dengan total sistem untuk mendapatkan diskon dari suplayer?
  6. Hubungan franchisor-franchisee. Apakah franchisor cukup supportif, fokus meraih sukses, responsif, efektif, organized dan dapat dipercaya?
  7. Investasi. Apakah seluruh investasi yang dibebankan sangat reasonable?
  8. Penghasilan. Ini memang masalah kritikal dan perlu sense yang kuat melihat apa yang bisa dihasilkan. Berapa banyak uang yang bisa diberikan dari bisnis itu? Seberapa cepat produk yang dimiliki bisa mendulang uang setelah pembukaan.

4. Temui Franchisor.

Ketika proses pencarian, Anda pasti ingin bertemu secara personal dengan orang kunci di peruasahaan franchise. Boleh jadi Anda akan ketemu berbagai staf kunci. Yakinlah bahwa untuk mendapatkan mereka Anda harus lebih terbuka dengan rencana Anda membuka bisnis. Anda akan mengharapkan bertemu presiden dari perusahaan itu tetapi dia tidak akan menjawab telepon ketika Anda menghadapi persoalan. Temui secara langsung siapa yang menyediakan operation support dan pelatihan kepada Anda dan dapatkan opini dari mereka yang kompeten. Ingatlah dan catat beberapa pertanyaan atau isu yang mungkin Anda miliki di pertemuan.

5. Buatlah keputusan

Barangkali waktu yang Anda butuhkan selama proses investigasi memakan waktu empat minggu. Maka berikut, waktunya untuk menyelesaikan atau memutuskan jika perusahaan itu tepat untuk Anda. Betul atau tidak Anda akan tahu. Pada kasus lain, inilah waktunya untuk buat keputusan dan bergerak. Jika perusahaan tersebut memiliki semua yang Anda inginkan, maka lakukanlah. Jika tidak, tinggalkan dan cari lagi sampai Anda menemukan perusahaan yang tepat.

Sumber : Majalah Info Franchise Indonesia

www.majalahfranchise.com